PASER - Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Paser Aspiyani Rachman berharap, peristiwa kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang terjadi beberapa waktu lalu, dilakukan penanganan khusus agar tidak berulang dan melahirkan duka bagi pihak korban.
Adapun penanganan khusus tersebut harus lebih komprehensif dan mendalam baik dari sisi penindakan mau pun pencegahan. Ungkap Aspiyani saat diwawancarai awak media Indonesiasatu.co.id di ruang kerjanya Minggu, 7/8/22.
Salah satu cara penanganan pencegahan dapat dilakukan setiap orang dengan membangun suatu budaya komunikatif yang baik dan kontinyu antara orang tua dengan anak.
"Dari komunikasi yang baik, maka terbangun ketahanan keluarga dalam mencegah berbagai potensi negatif seperti kasus ruda paksa dan sebagainya yang membahayakan anak saat melakukan aktifitas di luar". Tuturnya.
Lebih lanjut Aspiani menghimbau, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) lewat Unit Pelaksana Teknis (UPT) tidak sebatas memberi konseling pada korban dan orang tua yang bertujuan mengurangi trauma.
Namun juga melakukan koordinasi lintas sektor menyusun dan mengimplementasikan strategi bersama sekolah atau PKK dalam meningkatkan pemahaman moral dan susila secara intens, sehingga tecapai pencegahan akar masalah.
"Sebab jika disandarkan pada penindakan, itu ranah Kepolisian dan Kejaksaan yang bertujuan memberi epek jera agar pelaku tidak mengulangi. Namun kasus serupa biasa terulang karna tindakan punitif hanya membentuk epek jera, bukan pencegahan". Terangnya.
Secara hipotesis menjaga ketahanan keluarga dan komunikasi yang baik adalah solusi dasar agar ada keterbukaan dalam keluarga, sehingga orang tua bisa mengetahui aktivitas anak secara dini dan dapat menjauhkan potensi yang merusak, " terangnya.
Pada kasuistik pencabulan dan pelecehan sexsual, rata-rata terjadi disebab minimnya pengetahuan anak akan lingkungan dan pergaulan yang berpotensi menjadi ruang berbahaya bagi mereka.
Disamping kejadian juga selalu disertai beberapa faktor negatif pelaku, seperti halnya ; Pelaku minim pendidikan agama, Pelaku minim pengetahuan hukum, Pelaku kecanduan film dewasa, Pelaku dalam kondisi mabuk, Pelaku terangsang pembicaraan cabul dari rekan-rekan kumpulnya. Serta beberapa alasan lain yang juga umum terjadi dan terungkap disaat pembelaan diri si Pelaku. Terang Aspiyani. (*Hendra*)