PASER - Pelaksanaan pendidikan inklusi yang terus berkembang, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. terlihat dengan adanya peningkatan jumlah Satuan Pendidikan Penyelengara Pendidikan Inklusif (SPPPI) baik di tingkat pendidikan dasar mau pun di pendidikan menengah yang makin bertambah
Yang menunjukan kualitas layanan pada Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK) tampak mulai makin membaik, meski juga diakui banyak sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang masih jauh dari harapan.
Hal tersebut disampaikan salah satu praktisi guru inklusi di Kabupaten Paser Aslamiyah, SP.S.Pd saat diwawancarai awak media indonesiasatu.co.id di ruangkernya Jum'at, 15/7/2022.
Menurutnya, pelaksanaan pendidikan inklusi dalam satuan pendidikan, memiliki tantangan yang berbeda-beda. Dimana tantangan sangat tergantung pada kondisi masing-masing sekolah serta dukungan yang dimiliki, baik secara eksternal maupun internal.
"Contoh, dukungan eksternal misalnya ada kebijakan pemerintah daerah dan peran masyarakat yang menjadi sebab terselenggaranya sekolah inklusi bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus atau PDBK". Ujarnya
Adanya regulasi terkait pendidikan inklusif pada level-level daerah seperti Provinsi dengan Pergub, kabupaten/Kota dengan Perbub atau Perwali mengatur penyelenggaraan SPPPI ditambah dengan kesadaran dan penerimaan masyarakat terkait keberagaman PDBK.
"Sebab bagaimanapun, kesadaran dan penerimaan masyarakat atas keberagaman peserta didik menjadi bagian peserta sekolah adalah merupakan hal terpenting dalam pengembangan dan keberhasilan pendidikan inklusi", ungkap Aslamiyah.
Disamping faktor dukungan internal seperti eksistensi pengawas, Kepala Sekolah, Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran juga jadi faktor utama dalam menciptakan pembelajaran yang berkualitas karna bagian dari implementasi pendidikan inklusif.
Sebab salah satu yang menjadi tantangan utama para guru (baik guru kelas dan Guru Mata Pelajaran, Guru Bimbingan dan Konselin (BK) dan Guru Pembimbing Khusus (GPK). adalah bagaimana menciptakan pembelajaran yang mengakomodasi semua peserta didik termaksud PDBK.
"Dalam kelas yang inklusif, selama ini Guru di sekolah umum, cenderung menghadapi peserta didik secara homogen, meskipun kenyataanya peserta didik yang dihadapi adalah hiterogen atau beranekaragm". Terangnya.
Guru umum sering kesulitan ketika menghadapi peserta didik yang beragam hingga tidak siap jika diharuskan untuk menciptakan pembelajaran yang mengakomodasi semua peserta didik yang terindikasi memiliki kebutuhan khusus.Hingga pentingnya di buat suatu pelatihan sebagaiman saat ini.
"Misal, ketika guru mengajar di dalam kelas yang terdapat peserta didik berbeda dari peserta kebanyakan akibat kondisi fisik, emosi, prilaku dan kemampuan kognitif rendah. Cenderung membuat Guru umum bingung, menyerah dan lebih mengabaikan PDBK karna kurangnya persiapan memahami PDBK". Kata Aslamiyah.
Hingga dengan adanya penerapan pelatihan inklusi sebagaimana dilakukan Dinas Pendidikan. Diharap Guru Umum dapat ikut menemukan inisiatif pembelajaran yang melibatkan semua peserta didik "termasuk di dalamnya PDBK" agar tercapai prestasi yang sesuai kemampuan PDBK tanpa mengabaikan peserta didik umum lainnya. Tandasnya.